Rumah Adat Betawi

Orang Betawi adalah penduduk “asli” Jakarta yang diduga kuat merupakan percampuran antara orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makasar, Sunda, dan Mardijkers (keturunan Indo-Portugis) yang mulai menduduki Kota Pelabuhan Batavia sejak awal abad ke 15. Penduduk asli Betawi adalah pemeluk agama Islam yang taat. Akan tetapi, mereka bukan termasuk pemeluk agama yang fanatik karena sikap mereka yang tetap terbuka dan memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap agama lainnya.
Saat ini arus urbanisasi di Jakarta yang semakin lama semakin tidak terbendung, membuat kebudayaan lokal Betawi, sebagai suku aslinya, semakin lama kian menghilang. Penduduk ibu kota yang heterogen telah berdampak buruk terhadap kelestarian budaya Betawi.
Rumah adat Betawi yang tercatat secara resmi adalah rumah kebaya. Sebetulnya terdapat 3 jenis rumah adat Betawi lainnya selain rumah kebaya. Namun, ketiganya kurang begitu populer, sehingga rumah kebaya yang kemudian tercatat secara resmi.
Rumah Gudang. Rumah tradisional betawi ini berdiri di atas tanah yang berbentuk persegi panjang, rumahnya memanjang dari depan ke belakang. Atap rumahnya tampak seperti pelana kuda atau perisai, dan di bagian muka rumah terdapat atap kecil. 
Rumah Bapang atau Kebaya. Ciri khas rumah ini mempunyai serambi yang cukup luas dan berfungsi sebagai ruang tamu dan bale tempat bersantai untuk pemilik rumah. Ruang semi terbuka atau teras hanya dibatasi dengan pagar setinggi 80 cm dan biasanya lantainya lebih tinggi dari permukaan tanah dan ada tangga yang terbuat dari batubata dan disemen paling banyak 3 anak tangga sebagai jalan masuk menuju rumah. Rumah bapang berbentuk kotak sederhana atau bujursangkar sama sisi. Ciri khas rumah terlihat pada bentuk atapnya yang mempunyai beberapa pasang atap. Apabila dilihat dari samping berlipat-lipat seperti lipatan kebaya. 
Rumah Joglo. Rumah ini berdenah bujur sangkar. Bentuk bangunan banyak dipengaruhi oleh arsitektur rumah Jawa. Perbedaannya adalah pada joglo rumah tradisional Jawa terdapat soko guru atau tiang-tiang utama penopang atap yang berfungsi untuk mengarahkan pada pembagian ruang, sedangkan pada joglo Betawi tidak terdapat soko guru dan pembagian ruang tidak nampak jelas, tiang penopang struktur atap tidak begitu nyata seperti pada rumah joglo yang asli. Pada rumah Betawi, tiang utama penopang struktur atap bukan unsur utama yang mengarahkan pembagian ruang pada denah. 
Rumah Panggung. Rumah tipe ini merupakan rumah adat Betawi untuk mereka yang tinggal di daerah pesisir pantai. Semua bahan rumah panggung menggunakan material kayu. Bentuk rumah panggung juga tercipta dengan tujuan sebagai pengamanan terhadap air pasang.
Adapun ragam hias yang ada pada rumah tradisional Betawi berbentuk sederhana berupa ukiran pada kayu dengan motif geometris seperti titik, segi empat, belah ketupat, segitiga, lengkung, setengah lingkaran, dan lingkaran. Motif ini biasanya diterapkan pada lubang angin, kusen, daun pintu, jendela, tiang, dinding di ruang depan, listplank, garde (pembatas ruang tengah dengan ruang depan) dan pagar pada serambi yang dibuat dari bambu atau kayu. Dekorasi merupakan salah satu unsur arsitektural paling penting pada arsitektur rumah tinggal Betawi.

Filosofi Rumah Adat Betawi

Sebutan rumah kebaya bagi rumah adat betawi sebetulnya berasal dari kontruksi atap rumah ini yang jika dilihat dari samping memiliki lipatan-lipatan mirip lipatan kain kebaya. Kain kebaya sendiri merupakan kain tradisional betawi yang hingga kini sering dikenakan para wanita betawi pada saat upacara-upacara adat mereka
Yang unik dari rumah adat betawi adalah adanya pendopo atau teras yang luas. Teras ini dilengkapi dengan meja dan kursi kayu yang digunakan untuk menjamu para tamu atau untuk sekadar duduk bercengkrama bersama di waktu sore. Adanya pendopo yang luas di rumah kebaya adat betawi, secara filosofis menunjukan bahwa orang suku betawi sangat terbuka pada tamu atau pada orang-orang baru. Mereka bersifat pluralis dan bisa menerima perbedaan-perbedaan sebagai bentuk keragaman budaya bangsa.
Filosofi lain yang dapat ditemukan dalam rumah kebaya adalah adanya pagar di sekeliling teras. Pagar ini merupakan perwujudan bahwa orang Betawi akan membatasi dari dari hal-hal yang negatif, terutama dalam sisi keagamaan. Banyaknya budaya yang dibawa orang-orang luar yang datang ke kampung mereka, perlu difilter berdasarkan keyakinan beragama. Budaya yang buruk akan mereka buang dan tinggalkan, sedang budaya yang baik akan mereka junjung tinggi dan ikuti.








sumber:
https://www.arsitag.com/article/arsitektur-tradisional-rumah-betawi 
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/09/rumah-adat-betawi-dan
-penjelasannya.html?m=1 
http://www.rumah-adat.com/2016/11/rumah-adat-jakarta.html?m=1


Lebih baru Lebih lama